Cukuplah bagiku di dunia ini satu sahabat sejati, maka dia kujadikan sandaran dan aku tidak butuh yang kedua. Manusia adalah makhluk yang selalu membutuhkan bantuan orang lain (al-insanu madaniun bi tob’i atau zoon politicon).
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak mampu memenuhi segala kebutuhannya sendirian. Karena itu, manusia butuh berinteraksi dengan orang lain. Artinya, manusia sangat membutuhkan orang lain, teman dan hidup berkawan.
Selain menjadi makhluk sosial, manusia juga merupakan makhluk Tuhan yang mempunyai tujuan menuju kesempurnaan. Sebagai makhluk Tuhan, manusia tidak hanya mengikuti nafsu, tetapi ada tujuan untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Hubungan manusia sebagai makhluk individu, sosial dan Tuhan ini saling mewarnai satu sama lainnya.
Menurut Shaffer dalam buku Social and Personality Development, dua individu akan menjalin hubungan yang semakin baik, kuat dan bertahan lama apabila dilandasi dengan kesetiaan, kekariban, dan saling menyayangi. Memang, teman terkadang menyelesaikan permasalahan dan mampu membangkitkan semangat. Islam mempunyai perhatian khusus dalam masalah persahabatan karena semua mukmin dipersaudarakan karena akidah.
Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya membangun persaudaraan dalam bentuk saling menolong. Persaudaraan dalam Islam bukan hanya dititikberatkan pada ketertarikan atau kesatupaduan, tetapi lebih dari itu, yaitu kesadaran atas kesamaan untuk mewujudkan rahmat Allah SWT bagi alam ini.
Persaudaraan bersifat universal tanpa mengenal perbedaan, tempat dan waktu, bahkan adanya perbedaan dalam Islam adalah rahmat. Nada-nada perbedaan yang jika dipadukan akan mengeluarkan alunan musik yang indah.
Namun, sebagian ada yang menganggap teman hanya sebagai alat, yaitu dengan cara merugikan teman yang lain, baik kerugian secara materi ataupun kerugian secara batin. Karena itu, Islam mengingatkan kepada manusia untuk selalu menjauhi sifat-sifat yang bisa merugikan orang lain, di antaranya mengurangi timbangan, khianat, mengingkari janji, kesaksian palsu, fitnah, menggunjing, dan beberapa sifat yang bisa menimbulkan perselisihan di antara manusia. Untuk itu, Islam memerintahkan untuk bisa memilih siapa yang baik untuk menjadi temannya.
“Demi Allah, kami tidaklah melihat seseorang berteman kecuali dengan setipe dan sejenis. Maka hendaknya kalian berteman dengan hamba-hamba Allah yang shalih agar kalian bersama mereka atau seperti mereka”. (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ahmad)
Ibnu Hibban memberi nasihat agar tidak mencari teman dari golongan orang-orang yang jahat. Seorang teman bisa mempengaruhi agama, pandangan hidup, kebiasaan dan sifat-sifat seseorang.
Syekh ‘Abdul Muhsin Al-Qasim berkata, “Sifat manusia adalah cepat terpengaruh dengan pergaulan temannya. Bahkan manusia sendiri dapat terpengaruh dengan seekor binatang ternak.” Padahal, sahabat yang hakiki di dunia ini adalah Allah SWT, Zat yang Mahasuci.
Interaksi yang terjadi antara Allah dan manusia tidak bisa disamakan dengan interaksi antara manusia dan manusia. Persahabatan dengan Allah dibingkai dalam kesadaran manusia sebagai makhluk dan Allah sebagai Pencipta.
Rasulullah mengajarkan kepada manusia melalui doa yang diajarkan kepada Ali bin Abi Thalib: Kalaupun aku sabar menanggung beban-beban penderitaan (di neraka) bersama musuh-musuh-Mu, dan Kau kumpulkan aku dengan para penerima siksa-Mu, dan Kau ceraikan aku dari kekasih dan sahabat-Mu. Kalaupun aku, wahai Ilah-ku, tuanku, sahabatku dan Rabb-ku, sabar menanggung siksa-Mu, bagaimana kudapat sabar menanggung perpisahan dengan-Mu. Kalaupun aku dapat bersabar menanggung panas neraka-Mu, bagaimana kudapat bersabar dari melihat kemuliaan-Mu.
Imam al-Ghazali mengatakan, sahabat yang tidak akan pernah berpisah dalam keadaan diam, bepergian, tidur, bahkan dalam hidup dan mati adalah Tuhan pencipta manusia. Selama manusia mengingat-Nya, niscaya Dia akan menjadi teman duduknya.
Allah adalah teman duduk bagi manusia yang berdzikir kepada-Nya. Apabila manusia benar-benar mengenal-Nya, niscaya mereka akan menjadikan-Nya sebagai sahabat dan akan meninggalkan yang lainnya. Jika seandainya manusia tidak bisa melakukannya setiap waktu, sediakan waktu pada malam dan siang hari untuk bermesraan bersama-Nya dan merasakan kenikmatan bermunajat kepada-Nya.[]