Sejak dikeluarkannya Tap MPRS No 25 Tahun 1966 soal pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan partai tersebut sudah dilarang di seluruh wilayah Indonesia. Akan tetapi, gelagat dan gejala bangkitnya PKI telah dirasakan, terlebih saat RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) muncul ke publik.
Komunisme sebagai paham, bahkan yang oleh sebagian pendukungnya dianggap sebagai ideologi, tidak mudah untuk dibunuh, apalagi hanya sekedar dibungkam. Paham dalam bentuk partai tersebut akan tumbuh dari generasi ke generasi. Terlebih dalam sejarah, isme atau ideologi tersebut mengalami suatu kekalahan, yaitu ketika mereka melakukan pemberontakan dan kemudian terkalahkan maka secara psikologis sangat mungkin dalam diri generasi penerus, anak cucu mereka, menyimpan dendam dan kemudian melakukan upaya-upaya untuk balas dendam.
Jika masih ada pihak yang berargumen bahwa PKI sudah mati dan tidak akan bangkit kembali, harus segera melihat fakta, bagaimana gelagat dan gejala mereka (PKI) bangkit kembali. Argumen semacam itu menurut hemat saya, justru dihembuskan oleh para pendukung komunisme ataupun PKI dalam rangka meninabobokan dan membuat rakyat Indonesia lengah.
Pada tahun 2010 silam, pertemuan antargenerasi PKI telah terjadi di Banyuwangi, Jawa Timur. Walaupun dengan alasan temu kangen, akhirnya pertemuan tersebut berhasil dibubarkan.
Lalu pengakuan secara terang-terangan yang dilakukan oleh politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning, yang menyatakan bangga menjadi anak PKI sebagaimana tertuang dalam bukunya yang berjudul “Aku Bangga Jadi Anak PKI”. Belum lagi penggunaan simbol-simbol PKI seperti palu dan arit dan lain sebagainya.
Namun yang lebih mengherankan lagi, ketika Sekretaris Kabinet (Seskab) pada tahun 2016 mendapatkan instruksi langsung dari Presiden Joko Widodo agar Polri maupun TNI tidak membubarkan kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh generasi PKI tersebut.
Selain itu, yang terbaru, upaya memutarbalikkan fakta tentang kejahatan PKI melalui wikipedia. Hal itu sangat jelas menjadi bukti, bahwa PKI saat ini sudah bangkit dan mencoba untuk menggeser Pancasila sebagai ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Di tengah sederetan fakta atau gelagat dan gejala yang muncul dari kebangkitan PKI, Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) muncul. Pembahasan RUU HIP di tengah pandemi, sungguh menjadi tidak relevan, terlebih isi RUU itu bertentangan dengan konstitusi.
Apa sesungguhnya bahaya RUU HIP jika disahkan menjadi Undang-Undang? Pertama, di dalam pembahasan RUU HIP, tidak mencantumkan TAP MPRS No 25 Tahun 1966 tentang pelarangan komunisme. Padahal berbicara Pancasila tidak bisa dilepaskan dari pembicaraan tentang paham yang antipancasila yaitu komunisme.
Kedua, melihat nuansa gelagat pada RUU HIP yang di dalamnya memberikan tafsiran secara subjektif atau sepihak terhadap Pancasila, termasuk penafsiran menghilangkan jejak agama. Menghilangkan posisi penting pada sila pertama yaitu Ketuhannan Yang Maha Esa, yang seharusnya menjadi puncak dalam mempengaruhi nilai-nilai yang lain.
Bagi saya, Pancasila islami. Nilai-nilai dalam ideologi tersebut tidak bertentangan dengan nilai Islam. Pancasila tidak bisa dipisah dari Islam, sebab negara Pancasila akan tegak dengan agama. Tanpa agama negara akan retak.
RUU HIP tidak memiliki nuansa seperti itu. Ia justru mengabaikan pentingnya agama. Bagi mereka, sesuatu yang berbau agama dianggap sebagai hal yang berkaitan dengan radikalisme, sebagai ekstrimitas, padahal itu Pancasila.
Untuk itu, kita sebagai bangsa harus bersikap tegas kepada pemerintah soal RUU HIP, mewaspadai isme apapun yang bertentangan dengan agama maupun nilai dasar keindonesiaan kita, Pancasila dan UUD 1945.
Masyarakat Indonesia tidak boleh lengah, sebab kejahatan dan kebiadaban komunisme benar-benar fakta. Bukan sekedar cerita sejarah saja. Salah satu contohnya, Kiai Ahmad Sahal dan Kiai Imam Zarkasyi dari Pondok Gontor terpaksa berjalan kaki hingga Trenggalek untuk mengungsi dan berlindung dari penangkapan PKI.
Pemerintah harus segera bertindak tegas untuk menghentikan pembahasan RUU HIP atau akan terjadi penolakan besar-besaran dari bangsa Indonesia jika pembahasan itu diteruskan. []