Bandung, Gontornews – Bulan Ramadhan merupakan bulan pendidikan karakter. Melalui bulan Ramadhan manusia, khususnya umat Islam, dibentuk kepribadiannya agar menjadi insan yang shalih, mempunyai sikap kritis dan peduli terhadap lingkungan sosial di sekitarnya. “Puasa di bulan Ramadhan mengajarkan kita menjadi pribadi yang lebih baik,” ujar Prof Dr H Sofyan Sauri, MPd dalam Webinar Pendidikan bertajuk “Ramadhan Bulan Pendidikan Karakter” yang diadakan oleh UNINUS Bandung secara daring melalui aplikasi Zoom, Kamis (21/4).
Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung itu menjelaskan tiga nilai pokok puasa di bulan Ramadhan. Pertama, puasa Ramadhan mengajarkan kita agar memiliki sikap kritis dan peduli terhadap lingkungan sosial sekitar.
Kedua, puasa Ramadhan mengajarkan kita untuk merajut hubungan antara keshalihan pribadi dengan keshalihan sosial atau kelompok. Ketiga, memungkinkan lahirnya jiwa keagamaan yang inovatif, kreatif, dan efisien.
“Ketiga nilai puasa itu menjadi pedoman dalam implementasi pendidikan karakter menjadi seorang yang bertakwa sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Baqarah: 183,” paparnya.
Menurut Prof Sofyan, ada empat perilaku orang-orang yang bertakwa sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Imran: 134-135. Keempat perilaku itu yaitu: selalu istiqamah dalam berinfak; mampu menahan marah; memaafkan kesalahan orang lain; dan segera bertobat ke jalan Allah jika berbuat dosa atau melakukan kesalahan.
Membina karakter di bulan Ramadhan, lanjut Sofyan, bisa dilakukan melalui upaya-upaya seperti menjauhi perkara yang sia-sia dan kata-kata kotor. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: Bukanlah puasa itu sebatas menahan diri dari makanan dan minuman, tetapi puasa adalah menjauhi perkara yang sia-sia dan kata-kata kotor.” (HR Ibnu Khuzaimah No. 1996).
Puasa Ramadhan juga merupakan latihan untuk mengontrol hawa nafsu. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR Bukhari dan Muslim).
Mengutip Taufik (2017) dalam Jurnal el-Ghiroh, Sofyan menyebutkan, nilai-nilai positif yang terkandung dalam ibadah puasa, di antaranya: mendidik kejujuran, mendidik kerja keras, mendidik kedisiplinan, mengajarkan kesabaran, dan mengajarkan rasa syukur.
Puasa juga mendidik kesetaraan, mendidik manusia agar selalu belajar dan menuntut ilmu, serta mendidik rasa empati. “Ini tentu selaras dengan esensi pendidikan karakter,” ujar dosen Program Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor itu.
Selain itu, dengan puasa Ramadhan kita berusaha mengubah diri menjadi lebih baik. Jangan sampai puasa yang kita lakukan hanya mendatangkan haus, dahaga dan lapar, sebagaimana Hadis Nabi yang menyebutkan, “Berapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja.”
Karena itulah spirit bulan Ramadhan harus terus-menerus kita hidupkan. “Barangsiapa memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan, maka dosa-dosanya akan diampuni oleh Allah,” terang Prof Sofyan.
Untuk memperoleh karunia ini puasa Ramadhan yang kita lakukan hendaknya didasari dengan iman dan hanya mengharap memperoleh pahala dari Allah SWT.[]